Kiat Berpuasa untuk Lanjut Usia

August 9, 2011


1. Kebutuhan kalori harus sama dengan kebutuhan kalori saat tidak berpuasa. Untuk itu perlu dilakukan pengaturan pola makan, yaitu dengan mengonsumsi:

-40% kalori saat sahur
-50% kalori saat berbuka dengan mengonsumsi makanan ringan terlebih dahulu saat berbuka/sebelum sholat maghrib dilanjutkan dengan makanan berat setelah sholat maghrib, dan
-10% kalori sisanya setelah sholat tarawih

2. Konsumsi cairan 30-50 cc/KgBB/hari atau setara dengan 8-10 gelas untuk mencegah dehidrasi dengan cara sebagai berikut:

– 2 gelas air saat berbuka
– 3-4 gelas air setelah tarawih sampai dengan sebelum tidur
– Satu gelas saat bangun tidur sebelum sahur
– 1-2 gelas saat sahur

3. Konsumsi air atau jus buah pada waktu antara berbuka puasa dan sebelum tidur.
4. Hindari terlalu banyak mengonsumsi es karena dapat menahan rasa kenyang sehingga konsumsi makanan lengkap akan berkurang.
5. Komposisi gizi harus seimbang.
6. Batasi makanan yang digoreng dan tinggi lemak
7. Saat sahur:

-batasi konsumsi teh atau kopi
-batasi makanan yang lebih cepat dicerna seperti gula
-dianjurkan untuk konsumsi makanan yang lambat dicerna dan tinggi serat.

8. Saat berbuka:

– Sangat dianjurkan untuk mengonsumsi kurma karena mengandung gula serat, karbohidrat, kalium, natrium, kalsium, fosfor, zat besi, dan magnesium
– baik untuk mengonsumsi pisang sebagai sumber kalium, magnesium, dan karbohidrat

9. Cukupi konsumsi vitamin dan mineral
10. Waspadai terjadinya kekurangan cairan (dehidrasi)
11. Obat-obatan (bila ada) tetap harus dikonsumsi saat sahur dan berbuka puasa.

source: www.klikdokter.com


Kiat-Kiat Puasa Anak-Anak

August 9, 2011

Ramadhan memang sudah di penghujung bulan dan hampir berakhir, tapi semoga saja Tips & Kiat yang aku posting ini masih bisa memberi manfaat untuk teman-teman pembaca ya, minimal untuk persiapan puasa tahun2 berikutnya. Insya Allah semoga kita semua masih diberi kesempatan untuk bertemu bulan penuh berkah ini di masa mendatang. Amiin Allohumma Amiin.

Anak-anak dan Lansia (lanjut usia), bisa dikatakan fase kehidupan yang telah kita alami dan akan kita alami. Dan di lihat dari faktor usia, bisa dikatakan, merupakan 2 kelompok golongan  yang memiliki kebutuhan khusus. Kedua kelompok ini juga diberi keringanan oleh Allah untuk tidak berpuasa. Namun jikalau masih ada diantara anak-anak dan lansia yang mau mencoba untuk tetap berpuasa, berikut aku posting kiat-kiatnya. Semoga bermanfaat.

Kiat Anak Berpuasa

1. Menu makanan berbuka dan sahur untuk anak sama saja dengan menu orang dewasa.

2. Beri makanan atau minuman yang mengandung gula saat, misal teh manis hangat dan kue manis. Minuman hangat lebih dianjurkan. Gula mudah diserap dalam tubuh menjadi sumber energi.

3. Pada malam hari, ada baiknya anak makan lagi sebelum tidur atau pada saat-saat senggang di waktu malam.

4. Untuk sahur, perbanyaklah makanan dari jenis protein dan lemak seperti daging, nasi, telur, ikan, dan lainnya. Makin besar lemak dan protein yang dikonsumsi saat sahur, otomatis cadangan energi yang dimiliki si buah hati juga lebih besar. Namun, jangan sampai makan berlebih karena lambung akan penuh dan perut terasa tak enak.

5. Berikan zat gizi tambahan seperti vitamin atau kalsium dalam bentuk susu. Namun, jangan memberikan vitamin penambah nafsu makan, karena justru akan membuatnya jadi cepat lapar.

6. Jangan memberi makanan dan minuman yang merangsang selama berbuka puasa, seperti makanan yang asam, bersantan, atau pedas.

7. Perbanyak juga konsumsi serat karena akan membantu melancarkan buang air besar (BAB). Konsumsi serat juga dapat membantu menghindari rasa lapar.

source: www.klikdokter.com

 

 


Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ)

August 9, 2011

1. Kecerdasan Intelektual (IQ)

Kecerdasan ini ditemukan pada sekitar tahun 1912 oleh William Stern. Digunakan sebagai pengukur kualitas seseorang pada masanya saat itu, dan ternyata masih juga di Indonesia saat ini. Bahkan untuk masuk ke militer pada saat itu, IQ lah yang menentukan tingkat keberhasilan dalam penerimaan masuk ke militer.

Kecerdasan ini terletak di otak bagian Cortex (kulit otak). Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk berhitung, bernalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para pakar psikologis dengan “What I Think“.

2. Kecerdasan Emosional (EQ)

Mulai menjadi trend pada akhir abda 20. Kecerdasan ini di otak berada pada otak belakang manusia. Kecerdasan ini memang tidak mempunya ukuran pasti seperti IQ, namun kita bisa merasakan kualitas keberadaannya dalam diri seseorang. Oleh karena itu EQ lebih tepat diukur dengan feeling.

Kecerdasan emosional digambarkan sebagai kemampuan untuk memahami suatu kondisi perasaan seseorang, bisa terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Banyak orang yang salah memposisikan kecerdasan Emosional ini di bawah kecerdasan intelektual. Tetapi, penelitian mengatakan bahwa kecerdasan ini lebih menentukan kesuksesan seseorang dibandingkan dengan kecerdasan sosial. Kecerdasan ini lebih tepat diungkapkan dengan “What I feel”

3. Kecerdasan Spiritual (SQ)

Pertama kali digagas oleh Danar Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University. Dikatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.

Kecerdasan ini terletak dalam suatu titik yang disebut dengan God Spot. Mulai populer pada awal abad 21. Melalui kepopulerannya yang diangkat oleh Danar Zohar dalam bukunya Spiritual Capital dan berbagai tulisan seperti The Binding Problem karya Wolf Singer.

Kecerdasan inilah yang menurut para pakar sebagai penentu kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini menjawab berbagai macam pertanyaan dasar dalam diri manusia. Kecerdasan ini menjawab dan mengungkapkan tentang jati diri seseorang, “Who I am“. Siapa saya? Untuk apa saya diciptakan?

Bagaimana Kecerdasan Intelektual (IQ) Saja Tanpa Kecerdasan Emosional (EQ)?

Sahabatku, banyak di dunia ini hanya diukur dari kecerdasan IQ saja. Padahal menurut penelitian para pakar, kecerdasan IQ hanya menyumbang 5% (maksimal 10%) dalam kesuksesan seseorang. Mulai dari kita belajar di Sekolah Dasar dari sistem NEM sampai kuliah dengan sistem IPK. Bahkan tidak jarang banyak perusahaan yang merekrut seseorang berdasarkan dari test IQ saja.

Seperti apa IQ tanpa EQ? Coba kita pahami melalui kisah berikut

Eki memang tidak terlalu pintar dalam mata kuliah statistik. Entah kenapa pelajaran ini terasa berat dan susah ‘nyantol’ di otaknya. Di semester kemaren dia mendapatkan nilai D untuk pelajaran ini. Namun Eki tidak putus asa, semester berikutnya dia mencoba lagi. Berbagai ramuan penahan rasa kantuk dia minum hampir setiap malamnya hanya untuk menjadi teman penahan agar tetap melek dan konsen dalam belajar. Akhirnya masa akhir semester pun tiba, dan kini dia mendapatkan nilai B. Betapa senangnya Eki ketika itu, rasanya ingin dia memberikan bingkai figura daftar nilai B tersebut dan memasangnya di kamar untuk jadi kenangan sampai akhir hidup.

Di saat kesenangannya itu dia bercerita kepada Iko salah satu seorang temannya. “Ko akhirnya statistik ku dapet nilai B“, ujar Eki dengan hebohnya bagai mendapatkan durian runtuh.

“Ah baru dapat nilai B saja udah seneng, aku yang dapet A aja biasa-biasa aja“, sahut Iko. Iko memang terkenal pintar di kelasnya. Tak pernah luput darinya rangking 3 besar semenjak SD.

Eki yang saat itu sedang berbinar-binar tiba-tiba langsung menciut hatinya ketika mendegar komentar dari Iko. Bagaikan kompor yang sedang menyulut tinggi tiba-tiba padam karena tersiram air.

Coba kita lihat bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh Iko. Memang dia pintar, tetapi tidak mampu memahami perasaan yang dialami oleh Eko. Banyak orang di dunia ini yang pintar namun tidak mampu berkomunikasi secara perasaan kepada orang lain. Bagaikan paku yang pernah dihujam ke sebatang kayu, walaupun bisa dicopot kembali namun lubang itu akan masih tetap ada.

Sekarang kita lihat bagaimana EQ bekerja terhadap situasi seperti ini

“Hi, kenapa kamu terlihat sedih hari ini Ki?” sapa Intan begitu masuk ke kelas.

“Yah, aku cuman dapet nilai B dalam statistik” ujar Eki dengan nada lesu karena habis terciutkan oleh perkataan si Iko.

“Wow hebat donk, kamu ngulang lagi kan kemaren gara-gara dapet D. Bagus donk sekarang dapet B“, hibur Intan kepada Eki.

“Iya, tapi si Iko dapet A dan begitu aku cerita kepadanya….“

“Yaah… kamu tau sendiri kan si Iko orangnya gimana? Tak perlu risau, udahlah jangan kau masukkan ke dalam hati omongan dia. Aku tahu koq perjuangan kamu, kamu udah berusaha giat untuk mengejar nilai ini. Dan ingat tidak bahkan hampir setiap minggu kamu bertanya kepada orang tentang pelajaran ini yang gak kamu ngerti. Malah aku salut ngelihat mahasiswa kayak kamu Ki” ujar Intan membanggakan Eki.

Dan senyuman Eki mulai terlihat di bibirnya.

Begitulah EQ itu bekerja dan mampu memberikan kesuksesan dalam diri kita. EQ dan komunikasinya yang baik mampu memberikan apresiasi ke dalam diri sendiri dan orang lain seperti yang dilakukan Intan. Walau Intan sebenarnya juga tidak kalah pintarnya dalam pelajaran dibandingkan Iko, namun dia juga pintar memahami perasaan orang lain. EQ membantu kita menjadi seseorang yang sukses dalam bersosial dan berkehidupan.

Bagaimana Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ) Tanpa Kecerdasan Spiritual (SQ)?

Kita sudah paham apa itu IQ dan EQ serta bagaimana keduanya apabila bekerja bersinergi. Namun apabila kedua kecerdasan tersebut tidak disinergikan dengan SQ maka akan berakibat fatal. SQ sendiri bukanlah untuk menjadi “ahli pertapa”, duduk termenung dan diam menikmati indahnya spiritualitas.

Seperti apa punya IQ dan EQ tanpa SQ?

Banyak orang cakap dan pintar di dunia ini, salah satunya adalah Hittler. Kita semua mengenal Hittler sebagai pemimpin yang handal. Mampu mempengaruhi sebagian belahan dunia untuk berada di dalam kekuasaannya. Perlu diketahui pula, hittler termasuk salah seorang pempimpin yang hebat dalam hal IQ dan EQ. Buktinya dia mampu dielu-elukan oleh para pengikutnya. Bahkan ada sebuah statemen yang berasal dari dia, “Seribu kebohongan akan menjadi satu kebenaran“.

Namun dibalik kejayaannya, dia mempunyai niatan yang buruk. Tujuan yang tidak mulia. Itulah gambaran cakap IQ dan EQ namun tanpa SQ, tidak menyadari makna/value dalam diri serta siapa dirinya dan untuk apa dirinya diciptakan.

Contoh lain adalah, Yakuza. Kita mengenal berbagai bentuk sindikat di dunia. Kalau di Itali ada namanya mafia, di Jepang dikenal dengan Yakuza. Sebuah sindikasi Yakuza terdiri dari orang-orang yang hebat dan solid. Mereka memiliki kemampuan berbisnis dan berorganisasi dengan cakap. Kultur mereka mempunyai semangat juang yang tinggi, loyalitas yang hebat, serta solidaritas yang kuat. Namun jeleknya tujuan mereka (pemaknaan/value) bukan pada tujuan yang mulia. Bahkan apabila mereka melakukan kesalahan yang mengakibatkan membahayakan temannya, mereka harus memotong jari mereka.

Bagaimana di Indonesia? Tentu saja di Indonesia terdapat banyak orang pintar dan cakap (dan saya sangat yakin itu). Tetapi banyak yang berakhlak dan bermoral buruk. Bagaimana dengan koruptor? Tentu saja menjadi seorang koruptor harus memiliki EQ dan IQ yang baik. Dia cerdas dan harus jago berstrategi. Jago bernegosiasi, berkomunikasi, dan mampu merebut hati orang untuk mau diajak berspekulasi dan berkompromi dengannya. Semangat juang tinggi? Tentu, mereka nampak selalu prima dan percaya diri. Namun akhlak dan moralnya? Masih bobrok. Itulah cakap IQ dan EQ namun tidak memiliki SQ.

Bahkan menurut sebuah penelitian, kunci terbesar seseorang adalah dalam EQ yang dijiwai dengan SQ. Banyak seseorang yang diPHK dari pekerjaannya bukan karena mereka tidak pintar, bukan karena mereka tidak pintar mengoperasikan sesuatu, bahkan bukan karena ketidak mampuannya berkomunikasi. Tetapi karena tidak memiliki integritas. Tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.

Inilah gambaran bagaimana SQ masih belum bekerja di banyak sistem di bumi ini.

IQ digambarkan sebagai “What I think?“, EQ “What I Feel”, dan SQ adalah kemampuan menjawab “Who I am“. Siapa saya? Dan untuk apa saya diciptakan. Tuhan Maha Adil, sebenarnya kita memiliki semua kecerdasan ini tetapi tidak pernah kita asah bahkan kita munculkan. Untuk menjadi seorang pribadi yang sukses kita harus mampu menggabungkan dan mensinergikan IQ, EQ, dan SQ. Ilmu tanpa hati adalah buta, sedangkan ilmu tanpa hati dan jiwa adalah hampa. Ilmu, hati, dan jiwa yang bersinergi itulah yang memberikan makna.


8 Macam Inteligensi (Kecerdasan) Menurut Gardner

August 9, 2011

Gardner mendefinisikan intelgensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata (1983;1993). Dalam pengertian di atas sangat jelas bahwa inteligensi bukan hanya kemampuan seseorang untuk menjawab suatu tes IQ dalam kamar tertutup yang lepas dari lingkungannya. Inteligensi memuat kemampuan untuk memecahkan persoalan yang nyata dalam situasi yang bermacam-macam. Tekanan pada persoalan nyata ini sangat penting bagi Gardner karena seseorang baru sungguh berinteligensi tinggi bila dia dapat menyelesaikan persoalan dalam hidup yang nyata, bukan hanya dalam teori. Semakin tinggi inteligensinya bila ia dapat memecahkan persoalan dalam hidup nyata dan situasi yang bermacam-macam, situasi hidup yang sungguh kompleks. Maka, untuk mengerti inteligensi seseorang yang menonjol perlu dilihat bagaimana orang itu menghadapi persoalan nyata dalam hidup, bukan hanya dengan tes di atas meja. Inilah perbedaannya dengan pengukuran IQ seseorang, IQ diukur dengan tes di atas meja.

Kriteria Suatu Inteligensi
Bagi Gardner, suatu kemampuan disebut inteligensi bila menunjukkan suatu kemahiran dan ketrampilan seseorang untuk memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya. Selanjutnya, dapat juga menciptakan suatu produk baru, dan bahkan dapat menciptakan persoalan berikutnya yang memungkinkan pengembangan kemampuan baru. Jadi, dalam kemampuan itu ada unsur pengetahuan dan keahlian. Kepampuan itu sungguh mempunyai dampak, yaitu dapat memecahkan persoalan yang dialami dalam kehidupan nyata. Namun, tidak berhenti disitu, pengetahuan juga dapat menciptakan persoalan-persoalan lebih lanjut berdasarkan persoalan yang dipecahkan, untuk mengembangkan pengetahuan yang lebih maju dan canggih. Gardner menambahkan bahwa pemecahan persoalan itu terjadi dalam konteks budaya tertentu. Dengan demikian, dapat terjadi cara pemecahan suatu masalah menjadi berbeda-beda karena perbedaan budaya.

Secara umum Gardner memberikan syarat kemampuan yang dapat dipertimbangkan sebagai inteligensi dalam teori inteligensi gandanya, yaitu bersifat universal. Kemampuan itu harus berlaku bagi banyak orang, bukan hanya untuk beberapa orang. Maka, kemampuan makan dan minum banyak tidak dianggap sebagai inteligensi.
Kedua, kemampuan itu dasarnya adalah unsur biologis, yaitu karena otak seseorang, bukan sesuatu yang terjadi karena latihan atau training. Kemampuan itu sudah ada sejak orang lahir, meski dalam pendidikan dapat dikembanngkan.

Inteligensi Linguistik.
Gardner menjelaskan inteligensi linguistik sebagai kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis seperti dimiliki para pencipta puisi, editor, jurnalis, dramawan, sastrawan, pemain sandiwara, maupun orator. Kemampuan ini berkaitan dengan penggunaan dan pengembangan bahasa secara umum. Orang yang berinteligensi linguistik tinggi akan berbahasa lancar, baik dan lengkap. Ia mudah untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, mudah belajar beberapa bahasa. Orang tersebut dengan mudah mengerti urutan dan arti kata-kata dalam belajar bahasa. Mereka mudah untuk menjelaskan, mengajarkan, menceritakan pemikirannya kepada orang lain. Mereka lancar dalam berdebat.
Kegiatan atau usaha yang sangat cocok bagi orang yang mempunyai inteligensi linguistik tinggi adalah sebagai penulis puisi, novel, cerita, berita dan sejarah. Pekerjaan sebagai wartawan, jurnalis, editor, kritikus sastra, ahli sastra, cocok juga bagi inteligensi ini.
Orang yang inteligensi linguistiknya tidak tinggi, tetap dapat belajar bahasa dan menggunakan bahasa tersebut. Namun, hasilnya akan kurang lancar.

1. Inteligensi Matematis-logis
Menurut Gardner, inteligensi matematis-logis adalah kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, seperti dipunyai seorang matematikus, saintis, programmer, dan logikus. Termasuk dalam inteligensi adalah kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan. Orang yang mempunyai inteligensi matematis-logis sangat mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran serta cara mereka bekerja. Dalam menghadapi banyak persoalan, dia akan mencoba mengelompokkannya sehingga mudah dilihat mana yang pokok dan yang tidak, mana yang berkaitan antara satu dan yang lain, serta mana yang merupakan persoalan lepas. Mereka juga dengan mudah membuat abstraksi dari suatu persoalan yang luas dan bermacam-macam sehingga dapat melihat inti persoalan yang dihadapi dengan jelas. Mereka suka dengan simbolisasi, termasuk simbolisasi matematis. Pemikiran orang berinteligensi matematis-logis adalah induktif dan deduktif. Jalan pemikirannya bernalar dan dengan mudah mengembangkan pola sebab akibat. Bila mengahadapi persoalan, ia akan lebih dahulu menganalisisinya secara sistematis, baru kemudian mengambil langkah untuk memecahkannya. Biasanya orang yang menonjol dalam inteligensi ini dapat menjadi organisator yang baik.

Orang yang kuat dalam inteligensi matematis-logis secara menonjol dapat melakukan tugas memikirkan sistem-sistem yang abstrak, seperti matematika dan filsafat. Kebanyakan para filsuf dan ahli matematika memang sangat kuat inteligensi matematis-logisnya. Orang yang berinteligensi matematis-logis mudah belajar berhitung, kalkulus dan bermain dengan angka. Bahkan, ia dengan senang menggeluti simbol angka dalam buku matematika daripada kalimat yang panjang-panjang. Pemikiran orang ini adalah ilmiah, berurutan. Silogismenya kuat sehingga mudah dimengerti dan mudah mempelajari persoalan analitis.

Mereka juga cocok untuk menjelaskan kenyataan fisis seperti yang terjadi dengan sains. Dengan kekuatan pada pemikiran induktif, mereka dapat dengan mudah melihat dan mengumpulkan gejala-gejala fisis, kemudian merangkumkannya dalam suatu kesimpulan ilmiah. Maka, mereka dapat menemukan suatu hukum ataupun teoridari gejala-gejala fisis yang diteliti. Itulah yang dilakukan oleh para saintis. Mereka juga dapat dengan baik melakukan tugas sehari-hari yang berkaitan dengan negosiasi seperti jual beli, berdagang, membuat strategi memecahkan persoalan, merencanakan suatu proyek, dan sebagainya. Tokoh-tokoh yang menonjol dalam inteligensi matematis-logis misalnya Einsten (ahli fisika), John Dewey (ahli pendidikan), Bertrand Russell (filsuf), Stephen Hawking (ahli fisika), Habibi (mantan presiden Indonesia ahli pesawat terbang).

2. Inteligensi Ruang Visual
Menurut Gardner, inteligensi ruang (spatial intelligence) atau kadang disebut inteligensi ruang-visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat, seperti dipunyai para pemburu, arsitek, navigator, dan dekorator. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam pikirannya dan mengenali perubahan itu, menggambarkan suatu hal/ benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata, serta mengungkap dan data dalam bentuk grafik, juga kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk dan ruang.

Orang yang berinteligensi ruang baik dengan mudah membayangkan benda dalam ruang berdimensi tiga, mereka mudah mengenal relasi benda-benda dalam ruang secara tepat. Meski melihat dari jauh, ia dapat memperkirakan letak benda itu. Itulah yang banyak dipunyai oleh para navigator di tengah lautan yang luas.

Orang yang memiliki inteligensi ruang-visual tinggi punya persepsi yang tepat tentang suatu benda dengan ruang di sekitarnya, ia dapat memandang dari segala sudut. Maka, ia dapat menggambarkan kedudukan ruang dengan baik seperti para arsitek.
Orang yang kuat dalam inteligensi ruang-visual dapat dengan baik melakukan pekerjaan seperti manggambar, melukis, memahat, menghargai hasil seni, membuat peta dan membaca peta, menemukan jalan dan lingkungan baru, mengerti dimensi tiga, bermain catur ataupun permainan yang membutuhkan kemampuan mengingat bentuk dan ruang. Beberapa tokoh berikut dapat dimasukan dalam kelompok berinteligensi ruang-visual tinggi, seperti Pablo Picassa (pelukis), Affandi (pelukis di Yogyakarta), Sidharta (pemahat), dan Michaelangelo (pelukis).

3. Inteligensi Kinestik-Badani
Inteligensi kinestik-badani, menurut Gardner, adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuk untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan seperti ada pada aktor, atlet, penari, pemahat, dan ahli bedah.

Orang yang mempunyai inteligensi kinestik-badani dengan mudah dapat mengungkapkan diri dengan gerak tubuh mereka. Apa yang mereka pikirkan dan rasakan dengan mudah diekspresikan dengan gerak tubuh, dengan tarian dan ekspresi tubuh. Mereka juga dengan mudah dapat memainkan mimik, drama dan peran. Mereka dengan mudah dan cepat melakukan gerak tubuh dalam olahraga dengan segala macam variasinya. Yang sangat menonjol dalam diri mereka adalah koordinasi dan fleksibilitas tubuh yang begitu besar.

Orang yang kuat dalam inteligensi kinestik-badani juga sangat baik dalam menjalankan operasi bila ia seorang dokter bedah. Beberapa tokoh berikut sering dimasukan dalam mereka yang berinteligensi kinestik-badani tinggi, yaitu Martha Graham (penari balet), Charlie Chaplin (pemain pantomim yang ulung), Dustin Hoffman (aktor film), Marcel Marceau (pemain pantomim), Kristi Yamaguchi (penari balet di atas salju), Martina Navratilova (pemain tenis).

4. Inteligensi Musikal
Dalam hidup ini memang ada orang-orang tertentu yang sungguh menonjol bakat dan kemampuannya dalam hal musik. Kita banyak mengenal para komponis musik, seperti Bach, Mozart, Beethoven yang memang sungguh jenius dalam hal musik. Di Indonesia kita juga mengenal banyak komponis musik baik klasik, rock ataupun pop. Mereka sangat mudah mengekspresikan diri dan gagasan lewat musik dan lagu. Meurut Gardner mereka memiliki inteligensi musical yang menonjol.

Gardner menjelaskan inteligensi musikal sebagai kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan menikamati bentuk-bentuk musik dan suara. Di dalamnya termasuk kepekaan akan ritme, melodi dan intonasi: kemampuan memainkan alat musik, kemampuan menyanyi, kemampuan untuk mencipta lagu, kemampuan untuk menikmati lagu, musik dan nyanyian.

Orang yang kuat dalam inteligensi musikal biasanya cocok untuk mengerjakan tugas sebagai komposer musik, menginterpretasikan musik, memainkan, dan memimpin pentas musik. Dan jelas mereka juga akan akan sangat senang menjadi pendengar yang baik untuk berbagai bentuk musik.

5. Intelegensi Interpersonal
Inteligensi interpersonal adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, temperamen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara, isyarat dari orang lain juga termasuk dalam inteligensi ini. Secara umum inteligensi interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Inteligensi ini banyak dipunyai oleh para komunikator, fasilitator, dan penggerak massa.

Siswa yang mempunyai inteligensi interpersonal tinggi mudah bergaul dan berteman. Meskipun sebagai orang baru dalam suatu kelas atau sekolah, ia dengan cepat dapat masuk ke dalam kelompok. Ia mudah berkomunikasi dan mengumpulkan teman lain. Bila dilepas seorang diri, ia akan dengan cepat mencari teman. Dalam konteks belajar, ia lebih suka belajar bersama orang lain, lebih suka mengadakan studi kelompok. Siswa ini kadang mudah berempati dengan teman yang sakit atau sedang punya masalah dan kadang mudah untuk ikut membantu. Dalam suatu kelas, bila guru memberikan pekerjaan atau tugas secara bebas, siswa-siswa yang mempunyai inteligensi interpersonal akan dengan cepat berdiri dan mencari teman yang mau diajak kerja sama.

6. Intelegensi Intrapersonal
Inteligensi personal adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasarkan pengenalan diri itu. Termasuk dalam inteligensi ini adalah kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri. Orang ini punya kesadaran tingi akan gagasan-gagasannya, dan mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan pribadi. Ia sadar akan tujuan hidupnya. Ia dapat mengatur perasaan dan emosinya sehingga kelihatan sangat tenang.

Siswa yang menonjol dalam inteligensinya intrapersonal sering kelihatan pendiam, lebih suka bermenung di kelas. Bila ada waktu istirahat, kalau ada teman-teman lain bermain, ia kadang lebih suka sendirian berefleksi atau berfikir. Ia lebih suka bekerja sendiri. Bila guru memberikan tugas bebas, siswa ini kadang diam lama merenungkan tugas itu sebelum mengerjakan sendiri. Ia tidak tertarik bahwa teman-temannya mengerjakan tugas itu berkelompok. Guru yang tidak tahu sering memarahi siswa ini karena sepertinya ia tidak mendengarkan dan hanya melamun. Padahal ia sebenarnya sedang berfikir dalam.

7. Inteligensi Lingkungan
Gardner menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensi lain dalam alam natural; kemampuan untuk memahami dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuannya secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam. Dalam pembicaraan dengan Durie, Gardner menjelaskan bahwa inteligensi lingkungan adalah kemampuan manusiawi untuk mengenal tanaman, binatang dan bagian-bagian lain dari lingkungan alam seperti awan atau batu-batuan.

Siswa yang mempunyai inteligensi lingkungan tinggi kiranya dapat dilihat pada kemampuannya mengenal, mengklasifikasikan, dan menggolongkan tanaman-tanaman, binatang serta alam mini yang ada di sekolah. Namun, menurut Gardner, kemampuan itu tetap dapat dikembangkan, yaitu dengan mengembangkan daya kategorisasi anak. Misalnya, dengan diberi macam-macam barang berbagai bentuk dan warna, anak diajak untuk dapat melakukan penggolongan yang sistematis.

Siswa yang berinteligensi lingkungan tinggi akan senang bila bicara di luar sekolah, seperti berkemah bersama di pegunungan, karena ia dapat menikmati keindahan alam. Siswa ini juga akan mudah mempelajari biologi dan akan semakin lancar bila ia juga punya inteligensi matematis-logis.

8. Inteligensi Eksistensial
Gardner menyatakan, inteligensi eksistensial. Inteligensi ini lebih menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas hanya menerima keadaannya, keberadaanya secara otomatis, tetapi mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang terdalam. Pertanyaan itu antara lain: mengapa aku ada, mengapa aku mati, apa makna dari hidup ini, bagaimana kita sampai ke tujuan hidup. Inteligensi ini tampaknya sangat berkembang pada banyak filsuf, terlebih filsuf eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan eksistensi hidup manusia. Filsuf-filsuf seperti Sokrates, Plato, Thomas Aquinas, Descrates, Kant, Sastre, Neitzsche termasuk mempunyai inteligensi eksistensi tinggi.

Anak yang menonjol dengan intelegensi eksistensial akan mempersoalkan keberadaannya ditengah alam raya yang besar ini. Mengapa kita ada disini? Apa peran kita dalam dunia yang besar ini? Mengapa aku ada disekolah, ditengah teman-teman, untuk apa ini semua? Anak yang menonjol disini sering kali mengajukan pertanyaan yang jarang dipikirkan orang termasuk gurunya sendiri. Misalnya tiba-tiba ia bertanya, ”apa manusia semua akan mati? Kalau semua akan mati, untuk apa aku hidup?”.


Mengajarkan Puasa Pada Anak-anak

August 9, 2011

Meski terbilang masih sangat muda, tapi mengajarkan anak untuk berpuasa, tidak ada salahnya. Malah, puasa bisa meningkatkan hormon pertumbuhan anak dan mencerdaskan emosi anak. Namun harus ada pemahaman-pemahaman yang harus diberikan oleh orang tua. “Mengajarkan anak puasa bisa dimulai sejak dini, ketika anak sudah bisa berinteraksi dengan lingkungan. Usia 2 tahun adalah usia yang tepat untuk mengenalkan suasana di bulan Ramadhan.

Karena mereka belum mengerti arti puasa kita dapat memperkenalkan puasa dengan cara mengenalkan suasana dahulu, seperti sahur, sholat tarawih dan buka puasa,” jelas Pakar psikolog, Fitri F. Sahrul. Selain itu, menurut Dr. Eva J. Soelaeman, SpA, sejak usia 4 tahun anak boleh diajarkan puasa, tapi latihan puasa ini sebaiknya hanya sebentar saja.

Namanya juga latihan 3-4 jam saja sudah cukup, minggu berikut setengah hari dan minggu terakhir sehari penuh. “Puasa buat balita tidak berbahaya kok, asal kebutuhan kesehariannya tetap terpenuhi. Puasakan cuma mengubah waktu makan, yang tadinya makan di siang hari, jadi malam, dan sarapan biasanya pagi, jadi sahur.

“Jadi total kebutuhan tetap terpenuhi,” terang Speasialis Anak RSAB Harapan Kita ini.Ia mengungkapkan, secara medis, puasa dapat meningkatkan hormon pertumbuhan anak. Tapi dengan catatan kalau puasanya cuma beberapa jam saja.

Kalau terlalu lama, sehari penuh selama sebulan penuh, justru mengganggu pertumbuhannya. Sebab cadangan lemak anak belum banyak. Bila ingin mengajarkan anak puasa, penting diperhatikan sehat atau tidaknya si kecil. Supaya kondisi tubuh prima, sebaiknya di malam hari anak tidur lebih awal, dan jangan sampai anak puasa tanpa sahur.

Puasa juga memiliki efek positif bagi anak. Melalui orang tua, anak bisa dijelaskan makna puasa dan asyiknya menahan lapar. Gunanya untuk mengajarkan kontrol atau mengendalikan diri. Apalagi tempramen anak adakalanya sulit ‘dikendalikan’ bukan? Lewat puasa, anak dilatih untuk mampu menahan emosinya.

Bulan puasa adalah juga bulan untuk banyak berbagi (beramal). Orang tua bisa memberi contoh dan menjelaskan realitas lain di luar lingkungan anak, bahwa ada orang yang kekurangan, harus dibantu, dsb.

Sumber : SD